28 Oktober merupakan hari sakral dan bersejarah bagi bangsa Indonesia, sebab menurut buku sejarah yang dipelajari oleh oleh anak-anak sekolah tingkat lanjutan dari dulu hingga sekarang mengisyaratkan bahwa cikal bakal Indonesia terbentuk dari kebulatan tekad pemuda dan pemudinya pada saat itu. Sumpah pemuda yang orientasinya merujuk kepada persatuan bangsa begitu menggema keseluruh pelosok penjuru tanah air dan bahkan melalui sumpah pemuda Indonesia berhasil merdeka dengan gemilang tanpa ada belas kasihan dari manapun.
Diwaktu lampau setiap pemuda senantiasa berkobar semangatnya tat kala melihat tanah airnya dikuasai oleh penjajah, gelora cinta tanah air sedemikian dahsyat sehingga mengorbankan segenap darah, keringat dan air mata tidak persoalan bagi mereka bahkan mereka rela untuk membagi ilmu yang mereka punya tanpa harus ada imbalan sepeserpun demi kemajuan anak bangsa dimasa mendatang.
Namun ironisnya saat ini sumpah pemuda hanya berupa ritual tanggal dan bulan semata, semangat yang dahulunya menggebu-gebu kian pudar tergerus oleh idealis-idealis yang nggak jelas kemana arah dan tujuannya. Pemuda dan pemudi bangsa lebih banyak berpikir untuk dirinya sendiri disibukkan oleh pandangan hidup yang serba instant dan nggak beripikir panjang jika ingin berbuat. Pemandangan yang seharusnya tidak terjadi malah terjadi bahkan kejadian tersebut menambah buruk citra pemuda. Pemuda yang idealnya adalah cikal bakal dari pemimpin-pimimpin bangsa kian hanyut dalam nuansa hedonis senantiasa seperti peluru nyasar yang nggak karuan targetnya.
Sebutkan saja perseteruan yang terjadi antar mahasiswa yang seharusnya mereka adalah figur pemimpin masa depan malah tawuran dengan membawa bendera almamater, belum lagi pemuda yang terlibat dengan narkoba yang setiap tahunnya menunjukkan angka yang kian memuncak, pergaulan bebas yang berujung pada free sex, pornografi, porno aksi serta pengangguran yang nggak pernah ada solusinya. Intinya momentum sumpah pemuda adalah momen seremonial yang hanya tinggal sisa semata.
Memang dari sekian banyak permasalahan yang terjadi tentu tidak semua pemuda andil didalamnya. Namunpun demikian dari permasalahan yang ada citra yang dibangun membekas kepada mereka seperti pepatah mengatakan “rusak susu sebelanga karena nilai setitik”. Maka dari itu agar sumpah pemuda 28 Oktober ini tetap memberikan kesan yang positif dan dapat merangsang daya juang dan gebrakan spektakuler dibutuhkan langkah-langkah inovatif dan kreatif untuk menuntaskan permasalahan yang ada.
Mediasi agama
Dalam memulihkan kepercayaan diri pemuda pemudi Indonesia peran agama mutlak sangat dibutuhkan, karena sebahagian besar permasalahan yang terjadi dikarenakan esensi Ketuhanan dalam diri pemuda kian pudar sehingga dalam melakukan gerak gerik kesalahan mereka merasa tidak ada yang mengawasinya.
Berpegang teguh pada agama tidaklah menjadikan seorang pemuda lantas menjadi pemuda yang kuper, nggak gaul, gaptek dan juga nggak bisa ngetop. Menjadikan agama sebagai mediasi lebih dikarenakan agama itu adalah rahmatan lil a’lamiin. Rahmat bagi siapa saja yang menjalankan segala perintah dan menjauhi segala larangan. Dengan agama segala tindak tanduk akan terawasi sebab nggak perlu ada polisi, nggak perlu ada KPK, algojo atau siapa sajalah yang ditakuti. Maka akan sangat naïf sekali jika ada pemuda yang menyatakan bahwa bila menjalani segala perintah dan menjauhi larangan yang ada di agama lantas pemuda tersebut dicap sebagai pemuda teroris dan ekstrim dalam berpola pikir. Banyak kisah-kisah sukses yang telah diukir oleh para tokoh pemuda nasional saat ini yang diantaranya adalah Menpora Adhiyaksa Dault, Gatot Pujo Nugroho wagub Sumut dan juga dari kalangan pemuda biasa seperti nama Ust. Jefri Al Bukhori justru famornya gemilang saat ia menjauhi narkoba dan dekat dengan agama bahkan band Ungu yang justru penjualan albumnya booming karena tema lagunya tentang agama.
Agama dijadikan sebagai mediasi dikarenakan didalamnya ada aturan hidup yang kompleks, bagaimana harus bertutur kata, bertindak, bergaul, bekerja, bermasyarakat bahkan bernegara. Bukankah dahulunya manusia dalam nuansa kebodohan dan senantiasa zalim dalam setiap perbuatannya namun ketika agama itu hadir justru keadaan berbanding terbalik dari yang zalim menjadi begitu beradab dan realistis dalam melihat alam.
Tidaklah cukup melepas para pemuda dengan membubuhkan lebel pada telah memilki agama dalam KTP mereka tetapi lebih dari itu pemuda harus dibekali dengan bekal yang sebanyak-banyaknya tentang agama dan terus memantau dan mengevaluasi akan segala perkembangannya agar pola pikir yang terbentuk menjadi pola pikir yang terbangun dari dasar yang memang benar.
Figur Pemimpin yang Layak Contoh
Pemimpin adalah contoh dari setiap para pengikutnya. Mereka adalah sumber inspirasi dalam setiap perbuatan, rujukan dalam mendapatkan kesejahteraan dan mereka juga merupakan solusi atas permasalahan. Maka dari itu tidaklah berlebihan jika figur pimpinan menjadi bagian penting yang bisa menjadikan pemuda maupun pemudinya optimal kembali dalam mengejar cita-citanya.
Polemic permasalahan yang ada yang ditampilkan diberbagai media membuat para pemuda dan pemudi kian merosot dalam mengambil figur siapa yang layak untuk menjadi panutan. Hal tersebut berdampak ketika mereka mendapatkan masalah mereka tidak tahu bagaimana harus berpikir dengan jernih dan menyandarkan kepada siapa untuk mencari solusinya. Belum lagi ketika masalah yang ada selesai maka bebannya ditambah pula wal hasil karena keterbatasan figur pelarian ideal akan berdampak pada hal yang negative, drugs, miras, free sex, pornograpi,dan banyak lagi. Pemuda menjadi anak bangsa yang paranoid nggak berani menghadapi kenyataan karena melihat wakil rakyatnya molor melulu, dan saat kepentingannya diganggu tak segan dan malu bila harus bertinju dan bercakar ria dihadapan orang banyak, belum lagi saat menyaksikan diantara ribuan figur contoh masyarakat justru beberapa diantaranya adalah ayah-ayah mereka yang tertangkap dan didakwa karena korupsi. Maka bisa diprediksikan apa yang bakal terjadi kepada kondisi kejiwaan mereka.
Untuk itu pemimpin yang didamba idealnya pimpinan yang memimpin secara manusiawi dengan menyelaraskan segala aspek dari apa yang dipimpinnya serta memahami bagaimana seharunya bertindak dan mengambil keputusan demi kepentingan orang banyak. Selain itu pemimpin juga dituntut untuk selalu memiliki rasa malu apabila ia berbuat yang tidak seharusnya dan ia juga takut terhadap Allah SWT yang senantiasa mengawasi segala perbuatannya.
Tidak memetak metakkan profesi dalam status sosial
Tat kala usai menempuh sebuah studi selama beberapa tahun maka aplikasi dari tujuan akhir seorang pemuda adalah bekerja atau memilki profesi. Akan ganjil rasanya jika harus melihat pemuda yang aktif dan dinamis saat studinya kemudian meilhat mereka harus menganggur tanpa ada pekerjaan. Maka factor ini juga memicu terjadinya degradasi kepercayaan diri dan nantinya akan melahirkan permasalahan baru yang tak kunjung usai untuk diselesaikan.
Stigma yang telah ada dimasyarakat saat ini terkesan terlalu memetak-metakkan pekerjaan dan terlalu menghubungkannya didalam status social seseorang. Tidaklah bangga seseorang jika ia harus menerima nasib sebagai buruh, kuli bagunan, pedagang keliling ataupun profesi yang tidak termasuk cita-cita semasa duduk di bangku TK atau SD. Orang akan dengan bangganya memperlihatkan bahwa anaknya adalah seorang dokter, polisi, pilot, pejabat, PNS, anggota dewan, pengusaha atau apa sajalah. Memang setiap orang ingin status social yang disandangnya itu naik setinggi langit namun bagaimana bila hal tersebut tak kunjung tercapai apakah para pemuda yang mengidam-idamkannya itu lantas harus dipinggirkan dan dimasukkan kedalam kasta sudra.
Sejatinya setiap profesi itu jika dilihat memilki peranan yang sama pentingnya, seorang dokter jika petugas kebersihannya tidak ada mungkin ia akan menjadi pasien yang dirawat oleh dokter lainnya, begitu juga pada seorang arsitek maupun ia pemborong mereka akan tidak ada apa-apanya jika para kuli bangunannya tidak tergopoh-gopoh memanggul batu bata, pengusaha pabrik akan melongo jika para buruhnya kabur memilih profesi pilot dan lain-lainnya.
Maka dari itu tidak melakukan pemetakkan pada profesi merupakan salah satu alternative dalam membentuk kepribadian pemuda dan pemudi bangsa. Sebab semua profesi akan memilki keterkaitan antara satu dengan yang lainnya dan sudah saatnya pandangan-pandangan yang begitu tendensius terhadap profesi maupun pekerjaan perlahan dihilangkan dan diganti dengan pengertian fungsi daripada profesi tersebut diawal pertumbuhan sang anak yang kelak menjadi pemuda bangsa. Sebab semua orang tentunya sama di mata Allah tat kala ia harus sujud maka tanpa kecuali semuanya akan turut.
Memberikan Kepercayaan
Apapun solusinya jika banyak mata yang memandang dengan penuh rasa ragu maka perlahan kepercayaan diri itu akan pudar. Memberikan kepercayaan kepada pemuda untuk memilih apa yang terbaik bagi mereka adalah opsi akhir dari berapapun banyaknya tawaran-tawaran yang diberikan. Sebab tanpa adanya kepercayaan maka mereka akan senantiasa tersisih dan minder terhadap dirinya sendiri. Oleh karena itu penting kiranya memberikan kepercayaan bagi mereka untuk bertanggung jawab terhadap dirinya pribadi maupun orang yang berada disekelilingnya.
Dengan memberikan kesempatan berupa kepercayaan maka dengan demikian melatih diri para pemuda bangsa untuk tidak mengecewakan orang yang menaruh harapan besar bagi mereka. Dengan demikian mereka terbebani hal positif yang bisa mendewasakan pola pikir dan tingkah laku. Alasan lain mengapa harus memberikan kepercayaan para pemudanya adalah negara ini membutuhkan kinerja pemuda dan pemudi dan ibu pertiwi kian merindukan kehadiran anak bangsa yang pernah mengukir tinta emas bagi tanah airnya. Sebab sejarah tidak akan terukir afik apabila peranan pemudanya semakin tergerus oleh alunan gelombang moderenisasi.
Filterisasi dan Pantauan Orang yang Disekitarnya
Peran aktif seorang pemuda akan kurang baik jika memberikan kebebasan yang tanpa batas kepada mereka. Dibutuhkan filterisasi yang dapat membentengi akan arus modernisasi dari budaya barat ataupun hal-hal yang bisa berdampak negative saat ini. Misalkan saja dalam keseharian kita banyak factor yang bisa mengarahkan pemuda kearah yang tidak baik kendati ketika dalam keluarga ia baik namun saat harus berjalan dan beradaptasi dengan lingkungannya ia akan mampu memproteksi dirinya. Contoh kecil namun bisa berdampak besar adalah demam terhadap pola hidup kebarat-baratan dimana pola ini jika diterapkan di Indonesia belum kesemuanya bagus, mungkin akan ada beberapa dampak yang meresahkan yang bisa melunturkan dari pada budaya bangsa sendiri. Betapa tidak tadinya seorang pemudi yang tinggal didaerahnya ia bangga dengan tanah kelahirannya namun saat ia harus berhadapan dengan dunia dimana ia terasa asing maka ia perlahan akan mengikuti lagu permintaan dimana ia berada. Tadinya ia merasa senang bila harus menjalani rutinitas dengan aurat tertutup namun begitu melihat semua teman-temannya tidak sama dengannya ia merasa risih sendiri, sebelumnya percaya diri dengan keadaan tubuhnya malah minder ngelihat tubuh selebritis yang begitu ramping dan molek dimana hal tersebut disengaja untuk konsumsi public yang negative tentunya namun ia tidak menyadarinya.
Filterisasi yang dibutuhkan adalah filter dimana segenap perangkat sosial yang ada baik yang dimulai dari masyarakat dri tingkatan paling bawah hingga mereka yang membuat kebijakan saling bekerjasama untuk memikirkan nasib anak bangsa. Memberikan contoh-contoh dan juga pengawasan terhadap segala sesuatu yang bisa membangun citra pemuda dan pemudi bangsa.
Penutup
Memarginalkan pemuda dengan membebani kesalahan kepada mereka jika dilihat lebih jauh adalah tidak fair. Sebab belum tentu degradasi moral yang terjadi saat ini semuanya dikarenakan oleh pemuda. Keterpurukan pemuda dalam menjalankan perannya sebagai figur tidak lain dikarenakan adanya sebuah mata rantai sosial yang sudah lapuk dan usang bahkan patah. Seyogyanya semua pihak yang terkait dalam mempertanggung jawabkan nasib anak bangsa saling bahu membahu untuk memberikan contoh suri tauladan yang memang layak ditiru. Sebab segala kesalahan yang terjadi bukanlah semata-mata kita harus berpasrah dan berdiam diri dalam menyikapinya namun dibalik semua kesalahan itu ada hikmah dimana apabila hikmah tersebut mampu digali dengan baik maka sebuah paradigma baru akan terlahir. Pemuda adalah cikal bakal pemimpin bangsa, sebab ditangan pemuda kemajuan bangsa ini akan tercapai dan ditangan pemuda pula tinta emas sejarah akan ditorehkan. Untuk itu jadikan semangat Sumpah Pemuda 28 Oktober sebagai starting point menatap masa depan untuk lebih baik lagi.
Nama : Budi Utama
bdutama@gmail.com
Penulis adalah salah satu guru honor
Bidang Studi B.Inggris SDN. 066656
Dan aktif menulis dalam membuat liputan pada media online BPOC Sumut
Diwaktu lampau setiap pemuda senantiasa berkobar semangatnya tat kala melihat tanah airnya dikuasai oleh penjajah, gelora cinta tanah air sedemikian dahsyat sehingga mengorbankan segenap darah, keringat dan air mata tidak persoalan bagi mereka bahkan mereka rela untuk membagi ilmu yang mereka punya tanpa harus ada imbalan sepeserpun demi kemajuan anak bangsa dimasa mendatang.
Namun ironisnya saat ini sumpah pemuda hanya berupa ritual tanggal dan bulan semata, semangat yang dahulunya menggebu-gebu kian pudar tergerus oleh idealis-idealis yang nggak jelas kemana arah dan tujuannya. Pemuda dan pemudi bangsa lebih banyak berpikir untuk dirinya sendiri disibukkan oleh pandangan hidup yang serba instant dan nggak beripikir panjang jika ingin berbuat. Pemandangan yang seharusnya tidak terjadi malah terjadi bahkan kejadian tersebut menambah buruk citra pemuda. Pemuda yang idealnya adalah cikal bakal dari pemimpin-pimimpin bangsa kian hanyut dalam nuansa hedonis senantiasa seperti peluru nyasar yang nggak karuan targetnya.
Sebutkan saja perseteruan yang terjadi antar mahasiswa yang seharusnya mereka adalah figur pemimpin masa depan malah tawuran dengan membawa bendera almamater, belum lagi pemuda yang terlibat dengan narkoba yang setiap tahunnya menunjukkan angka yang kian memuncak, pergaulan bebas yang berujung pada free sex, pornografi, porno aksi serta pengangguran yang nggak pernah ada solusinya. Intinya momentum sumpah pemuda adalah momen seremonial yang hanya tinggal sisa semata.
Memang dari sekian banyak permasalahan yang terjadi tentu tidak semua pemuda andil didalamnya. Namunpun demikian dari permasalahan yang ada citra yang dibangun membekas kepada mereka seperti pepatah mengatakan “rusak susu sebelanga karena nilai setitik”. Maka dari itu agar sumpah pemuda 28 Oktober ini tetap memberikan kesan yang positif dan dapat merangsang daya juang dan gebrakan spektakuler dibutuhkan langkah-langkah inovatif dan kreatif untuk menuntaskan permasalahan yang ada.
Mediasi agama
Dalam memulihkan kepercayaan diri pemuda pemudi Indonesia peran agama mutlak sangat dibutuhkan, karena sebahagian besar permasalahan yang terjadi dikarenakan esensi Ketuhanan dalam diri pemuda kian pudar sehingga dalam melakukan gerak gerik kesalahan mereka merasa tidak ada yang mengawasinya.
Berpegang teguh pada agama tidaklah menjadikan seorang pemuda lantas menjadi pemuda yang kuper, nggak gaul, gaptek dan juga nggak bisa ngetop. Menjadikan agama sebagai mediasi lebih dikarenakan agama itu adalah rahmatan lil a’lamiin. Rahmat bagi siapa saja yang menjalankan segala perintah dan menjauhi segala larangan. Dengan agama segala tindak tanduk akan terawasi sebab nggak perlu ada polisi, nggak perlu ada KPK, algojo atau siapa sajalah yang ditakuti. Maka akan sangat naïf sekali jika ada pemuda yang menyatakan bahwa bila menjalani segala perintah dan menjauhi larangan yang ada di agama lantas pemuda tersebut dicap sebagai pemuda teroris dan ekstrim dalam berpola pikir. Banyak kisah-kisah sukses yang telah diukir oleh para tokoh pemuda nasional saat ini yang diantaranya adalah Menpora Adhiyaksa Dault, Gatot Pujo Nugroho wagub Sumut dan juga dari kalangan pemuda biasa seperti nama Ust. Jefri Al Bukhori justru famornya gemilang saat ia menjauhi narkoba dan dekat dengan agama bahkan band Ungu yang justru penjualan albumnya booming karena tema lagunya tentang agama.
Agama dijadikan sebagai mediasi dikarenakan didalamnya ada aturan hidup yang kompleks, bagaimana harus bertutur kata, bertindak, bergaul, bekerja, bermasyarakat bahkan bernegara. Bukankah dahulunya manusia dalam nuansa kebodohan dan senantiasa zalim dalam setiap perbuatannya namun ketika agama itu hadir justru keadaan berbanding terbalik dari yang zalim menjadi begitu beradab dan realistis dalam melihat alam.
Tidaklah cukup melepas para pemuda dengan membubuhkan lebel pada telah memilki agama dalam KTP mereka tetapi lebih dari itu pemuda harus dibekali dengan bekal yang sebanyak-banyaknya tentang agama dan terus memantau dan mengevaluasi akan segala perkembangannya agar pola pikir yang terbentuk menjadi pola pikir yang terbangun dari dasar yang memang benar.
Figur Pemimpin yang Layak Contoh
Pemimpin adalah contoh dari setiap para pengikutnya. Mereka adalah sumber inspirasi dalam setiap perbuatan, rujukan dalam mendapatkan kesejahteraan dan mereka juga merupakan solusi atas permasalahan. Maka dari itu tidaklah berlebihan jika figur pimpinan menjadi bagian penting yang bisa menjadikan pemuda maupun pemudinya optimal kembali dalam mengejar cita-citanya.
Polemic permasalahan yang ada yang ditampilkan diberbagai media membuat para pemuda dan pemudi kian merosot dalam mengambil figur siapa yang layak untuk menjadi panutan. Hal tersebut berdampak ketika mereka mendapatkan masalah mereka tidak tahu bagaimana harus berpikir dengan jernih dan menyandarkan kepada siapa untuk mencari solusinya. Belum lagi ketika masalah yang ada selesai maka bebannya ditambah pula wal hasil karena keterbatasan figur pelarian ideal akan berdampak pada hal yang negative, drugs, miras, free sex, pornograpi,dan banyak lagi. Pemuda menjadi anak bangsa yang paranoid nggak berani menghadapi kenyataan karena melihat wakil rakyatnya molor melulu, dan saat kepentingannya diganggu tak segan dan malu bila harus bertinju dan bercakar ria dihadapan orang banyak, belum lagi saat menyaksikan diantara ribuan figur contoh masyarakat justru beberapa diantaranya adalah ayah-ayah mereka yang tertangkap dan didakwa karena korupsi. Maka bisa diprediksikan apa yang bakal terjadi kepada kondisi kejiwaan mereka.
Untuk itu pemimpin yang didamba idealnya pimpinan yang memimpin secara manusiawi dengan menyelaraskan segala aspek dari apa yang dipimpinnya serta memahami bagaimana seharunya bertindak dan mengambil keputusan demi kepentingan orang banyak. Selain itu pemimpin juga dituntut untuk selalu memiliki rasa malu apabila ia berbuat yang tidak seharusnya dan ia juga takut terhadap Allah SWT yang senantiasa mengawasi segala perbuatannya.
Tidak memetak metakkan profesi dalam status sosial
Tat kala usai menempuh sebuah studi selama beberapa tahun maka aplikasi dari tujuan akhir seorang pemuda adalah bekerja atau memilki profesi. Akan ganjil rasanya jika harus melihat pemuda yang aktif dan dinamis saat studinya kemudian meilhat mereka harus menganggur tanpa ada pekerjaan. Maka factor ini juga memicu terjadinya degradasi kepercayaan diri dan nantinya akan melahirkan permasalahan baru yang tak kunjung usai untuk diselesaikan.
Stigma yang telah ada dimasyarakat saat ini terkesan terlalu memetak-metakkan pekerjaan dan terlalu menghubungkannya didalam status social seseorang. Tidaklah bangga seseorang jika ia harus menerima nasib sebagai buruh, kuli bagunan, pedagang keliling ataupun profesi yang tidak termasuk cita-cita semasa duduk di bangku TK atau SD. Orang akan dengan bangganya memperlihatkan bahwa anaknya adalah seorang dokter, polisi, pilot, pejabat, PNS, anggota dewan, pengusaha atau apa sajalah. Memang setiap orang ingin status social yang disandangnya itu naik setinggi langit namun bagaimana bila hal tersebut tak kunjung tercapai apakah para pemuda yang mengidam-idamkannya itu lantas harus dipinggirkan dan dimasukkan kedalam kasta sudra.
Sejatinya setiap profesi itu jika dilihat memilki peranan yang sama pentingnya, seorang dokter jika petugas kebersihannya tidak ada mungkin ia akan menjadi pasien yang dirawat oleh dokter lainnya, begitu juga pada seorang arsitek maupun ia pemborong mereka akan tidak ada apa-apanya jika para kuli bangunannya tidak tergopoh-gopoh memanggul batu bata, pengusaha pabrik akan melongo jika para buruhnya kabur memilih profesi pilot dan lain-lainnya.
Maka dari itu tidak melakukan pemetakkan pada profesi merupakan salah satu alternative dalam membentuk kepribadian pemuda dan pemudi bangsa. Sebab semua profesi akan memilki keterkaitan antara satu dengan yang lainnya dan sudah saatnya pandangan-pandangan yang begitu tendensius terhadap profesi maupun pekerjaan perlahan dihilangkan dan diganti dengan pengertian fungsi daripada profesi tersebut diawal pertumbuhan sang anak yang kelak menjadi pemuda bangsa. Sebab semua orang tentunya sama di mata Allah tat kala ia harus sujud maka tanpa kecuali semuanya akan turut.
Memberikan Kepercayaan
Apapun solusinya jika banyak mata yang memandang dengan penuh rasa ragu maka perlahan kepercayaan diri itu akan pudar. Memberikan kepercayaan kepada pemuda untuk memilih apa yang terbaik bagi mereka adalah opsi akhir dari berapapun banyaknya tawaran-tawaran yang diberikan. Sebab tanpa adanya kepercayaan maka mereka akan senantiasa tersisih dan minder terhadap dirinya sendiri. Oleh karena itu penting kiranya memberikan kepercayaan bagi mereka untuk bertanggung jawab terhadap dirinya pribadi maupun orang yang berada disekelilingnya.
Dengan memberikan kesempatan berupa kepercayaan maka dengan demikian melatih diri para pemuda bangsa untuk tidak mengecewakan orang yang menaruh harapan besar bagi mereka. Dengan demikian mereka terbebani hal positif yang bisa mendewasakan pola pikir dan tingkah laku. Alasan lain mengapa harus memberikan kepercayaan para pemudanya adalah negara ini membutuhkan kinerja pemuda dan pemudi dan ibu pertiwi kian merindukan kehadiran anak bangsa yang pernah mengukir tinta emas bagi tanah airnya. Sebab sejarah tidak akan terukir afik apabila peranan pemudanya semakin tergerus oleh alunan gelombang moderenisasi.
Filterisasi dan Pantauan Orang yang Disekitarnya
Peran aktif seorang pemuda akan kurang baik jika memberikan kebebasan yang tanpa batas kepada mereka. Dibutuhkan filterisasi yang dapat membentengi akan arus modernisasi dari budaya barat ataupun hal-hal yang bisa berdampak negative saat ini. Misalkan saja dalam keseharian kita banyak factor yang bisa mengarahkan pemuda kearah yang tidak baik kendati ketika dalam keluarga ia baik namun saat harus berjalan dan beradaptasi dengan lingkungannya ia akan mampu memproteksi dirinya. Contoh kecil namun bisa berdampak besar adalah demam terhadap pola hidup kebarat-baratan dimana pola ini jika diterapkan di Indonesia belum kesemuanya bagus, mungkin akan ada beberapa dampak yang meresahkan yang bisa melunturkan dari pada budaya bangsa sendiri. Betapa tidak tadinya seorang pemudi yang tinggal didaerahnya ia bangga dengan tanah kelahirannya namun saat ia harus berhadapan dengan dunia dimana ia terasa asing maka ia perlahan akan mengikuti lagu permintaan dimana ia berada. Tadinya ia merasa senang bila harus menjalani rutinitas dengan aurat tertutup namun begitu melihat semua teman-temannya tidak sama dengannya ia merasa risih sendiri, sebelumnya percaya diri dengan keadaan tubuhnya malah minder ngelihat tubuh selebritis yang begitu ramping dan molek dimana hal tersebut disengaja untuk konsumsi public yang negative tentunya namun ia tidak menyadarinya.
Filterisasi yang dibutuhkan adalah filter dimana segenap perangkat sosial yang ada baik yang dimulai dari masyarakat dri tingkatan paling bawah hingga mereka yang membuat kebijakan saling bekerjasama untuk memikirkan nasib anak bangsa. Memberikan contoh-contoh dan juga pengawasan terhadap segala sesuatu yang bisa membangun citra pemuda dan pemudi bangsa.
Penutup
Memarginalkan pemuda dengan membebani kesalahan kepada mereka jika dilihat lebih jauh adalah tidak fair. Sebab belum tentu degradasi moral yang terjadi saat ini semuanya dikarenakan oleh pemuda. Keterpurukan pemuda dalam menjalankan perannya sebagai figur tidak lain dikarenakan adanya sebuah mata rantai sosial yang sudah lapuk dan usang bahkan patah. Seyogyanya semua pihak yang terkait dalam mempertanggung jawabkan nasib anak bangsa saling bahu membahu untuk memberikan contoh suri tauladan yang memang layak ditiru. Sebab segala kesalahan yang terjadi bukanlah semata-mata kita harus berpasrah dan berdiam diri dalam menyikapinya namun dibalik semua kesalahan itu ada hikmah dimana apabila hikmah tersebut mampu digali dengan baik maka sebuah paradigma baru akan terlahir. Pemuda adalah cikal bakal pemimpin bangsa, sebab ditangan pemuda kemajuan bangsa ini akan tercapai dan ditangan pemuda pula tinta emas sejarah akan ditorehkan. Untuk itu jadikan semangat Sumpah Pemuda 28 Oktober sebagai starting point menatap masa depan untuk lebih baik lagi.
Nama : Budi Utama
bdutama@gmail.com
Penulis adalah salah satu guru honor
Bidang Studi B.Inggris SDN. 066656
Dan aktif menulis dalam membuat liputan pada media online BPOC Sumut
 
2 komentar:
Memang sumpah pemuda adalah momen pemersatu pada bangsa Indonesia terdahulu, namun untuk sekarang sepertinya hal tersebut kian memburam jikapun ada adalah benar bahwa pemuda diambang jurang degradasi.
sumpah pemuda adalah sumpah yang sering diucapkan namun hanya kata-kata, maka untuk artikel ini saya suka sebab fakta.
Posting Komentar